Dalam sebuah
seminar kewirausahaan di Bandung, entrepreneur sukses Purdi E. Chandra membuat
suatu hubungan antara risiko dan rizki (baca: rezeki). Menurut pemilik kelompok
usaha Primagama ini, salah satu kunci sukses entrepreneur terletak pada
keberanian untuk mengambil risiko. "Kalau berani ambil risiko maka rizki
akan datang. Asal mula kara rizki adalah risiko," kata pengusaha yang
dikenal suka tampil nyeleneh ini.
Sekilas
pernyataan yang disampaikan Purdi ini memang tampak menggelikan. Namun jika
kita renungkan lebih jauh memang ada benarnya. Orang-orang yang tidak berani
mengambil risiko umumnya tidak berbuat apa-apa yang mereka tidak akan
mendapatkan prestasi gemilang.
Mereka yang
termasuk kelompok ini umumnya berpendidikan sangat baik dan mengetahui segala
dampak yang timbul dari setiap tindakan yang diambil. Alhasil, setiap langkah
terlihat
“menakutkan” dan
membuat mereka memilih lebih baik berdiam diri saja. Mereka memilih untuk tetap
tinggal di dalam kotak atau zona nyaman (comfort zone) dibandingkan harus
melakukan sesuatu yang berisiko.
Saya tidak
bermaksud menghujat para cendekiawan ini karena saya sadar negeri ini sangat
membutuhkan orang-orang pintar yang punya kepedulian terhadap negeri ini. Namun
di sisi lain, kita juga memerlukan orang-orang yang punya keberanian untuk
memulai sesuatu yang tidak pasti. Misalnya, ketika terjun berwirausaha, ada
kemungkinan untuk untung atau buntung. Tanpa orang-orang seperti ini, bumi
pertiwi akan sulit keluar dari krisis dan mencapai masa keemasannya.
Orang-orang yang
tidak berani mengambil risiko umumnya selalu memikirkan skenario terburuk.
Misalnya, bagaimana kalau nanti gagal? Bagaimana kalau barangnya tidak laku?
Bagaimana kalau produk saya nanti ditiru orang? Bagaimana kalau konsumen
akhirnya pindah ke produk pesaing? Dan seterusnya. Menurut saya, sesekali
memikirkan scenario terburuk ada baiknya karena membuat kita lebih siap. Namun
memikirkannya setiap saat hanya akan membuat nyali kita ciut.
Bicara mengenai
risiko memang amat menarik. Saya pernah membaca satu artikel yang pada intinya
mengatakan sesungguhnya semua hal itu berisiko. Coba simak syair berikut.
Tertawa berisiko kelihatan tolol. Menangis berisiko kelihatan cengeng.
Mengulurkan tangan kepada orang lain berisiko ikut terlibat. Menunjukkan
perasaan berisiko memperlihatkan diri Anda yang sesungguhnya. Memaparkan ide
dan impian Anda di depan orang banyak berisiko dicuri.
Mencintai
berisiko tidak dicintai. Hidup berisiko mati. Berharap berisiko kecewa. Mencoba
berisiko gagal.
Ann Landers
pernah menulis bahwa risiko tetap harus diambil karena bahaya terbesar dalam
kehidupan adalah tidak berani mengambil risiko. "Orang yang tidak berani
mengambil risiko tidak melakukan apa pun, tidak punya apa pun dan bukan
apa-apa. Mungkin dia menghindari penderitaan dan kesedihan tetapi dia tidak
bisa belajar, merasakan, berubah, bertumbuh dan mencintai. Karena dirantai oleh
kepastiannya, maka dia adalah budak. Hanya orang yang berani mengambil risiko
sajalah yang merdeka!" kata Landers.
Ketika menulis
buku Top Secrets of Success bersama Pak Suryadi Sasmita, saya mendapatkan satu
pelajaran berharga tentang risiko. Menurut Pak Suryadi yang seorang
entrepreneur sukses di bidang usaha pakaian dalam wanita, risiko identik dengan
spekulasi. Orang yang ingin maju harus berani berspekulasi. Dalam hal tertentu,
semakin besar risiko yang kita ambil maka akan semakin besar pula hasil yang
bisa kita dapatkan (high risk high gain).
Pertanyaannya
sekarang, apa batas tertinggi dari risiko yang harus kita ambil? Jawabannya
hanya satu: ambillah risiko yang sesuai dengan batas kemampuan kita. Jangan
terlalu dipaksakan. Sayangnya hal inilah yang sering dilupakan orang, terutama
ketika akan terjun berwirausaha. Banyak sekali yang ingin usahanya langsung
besar atau memulai dengan modal sangat besar yang merupakan utang bank padahal
tidak diimbangi dengan kemampuan mengelola risiko dengan baik. Alhasil, dalam
waktu singkat usahanya pun gulung tikar.
Saran saya, jika
Anda memulai sesuatu, lakukanlah dari yang kecil karena risikonya pun kecil dan
masih bisa diatasi. Jika usaha Anda mulai berkembang, bolehlah melakukan
ekspansi sambil terus mengukur kemampuan dan hasil yang didapatkan. Ambillah
risiko yang telah diperhitungkan dengan cermat (calculated risk) dan
bertindaklah!
Orang-orang yang
tidak berani mengambil risiko ibarat mereka yang hanya mampu melihat bunga
mawar sebagai bunga berduri. Mereka tidak berani mendekat karena selalu takut
tertusuk duri. Sebaliknya mereka yang berani mengambil risiko mampu melihat
keindahan mawar di balik durinya yang tajam. Mungkin pada tahap mereka akan
tertusuk duri, namun lambat-laun mereka semakin ahli untuk menghindarinya dan
semakin dapat menikmati keindahan bunga
berduri ini. Anda pilih yang mana? ***
Penulis: Paulus
Winarto
Dikirim Oleh:
Rully Kustandar EU38
(Friday, 21
January 2005) -
Disclaimer:Berikut adalah kumpulan tulisan yang dibuat oleh salah satu motivator bisnis yang berhasil meng"kompori" banyak orang di Negeri ini untuk menjadi seorang enterpreneur; saya adalah salahsatunya :)
beliau adalah Purdi E.Chandra yang dikenal sebagai pendiri bimbingan belajar Primagama Group and penulis/motivator untuk seminar CARA GILA MENJADI PENGUSAHA.
Artikel ter'onggok' di hardisk saya yang coba saya bagi dengan teman-teman tanpa bermaksud untuk menjadi plagiat (ndak tau dimana dapetnya dulu :(). Inti dari tulisan ini lah yang ingin saya bagi dengan teman-teman semua. Semoga bermanfaat.
Blogger Comment
Facebook Comment