Tidak mudah menyelaraskan kedua otak tersebut. Tapi kita harus berani
mencobanya.
HASIL penelitian Daniel Goleman, pengarang "Emotional
Intelligence", tentang otak dan ilmu perilaku yang dimuat "The New
York Times", menarik untuk dikaji. Dikatakannya, sesungguhnya kita
memiliki 2 otak, satu yang berpikir (otak berpikir) dan satu yang merasakan
(otak emosional). Biasanya, otak berpikir itu kita sebut otak kiri, dan otak
emosional kita sebut otak kanan. Maksudnya, apa-apa yang kita ketahui ada di
otak berpikir, dan apa-apa yang kita rasakan ada di otak emosional. Saya kira,
dikotomi emosional dengan berpikir kurang lebih sama denagn istilah
"hati" dengan "kepala".
Sebenarnya mana yang lebih dulu terjadi? menurut penelitiannya itu,
Goleman menyebutkan, bahwa otak emosional ternyata terjadi lebih dulu sebelum
otak berpikir. Lantas, sebenarnya apa segi manfaat yang bisa kita petik dari
penelitiannya itu, khususnya bagi kita yang bergerak di dunia usaha?
Saya kira, penelitian ini mengingatkan kita, bahwa di dalam kita
menggeluti dunia usaha, sebaiknya bisa menyelaraskan antara otak berpikir dan
otak emosional. Keselarasan kedua otak itu bagi kita sangat dibutuhkan,
terutama di dalam kita mengambil keputusan penting dalam bisnis. Keselarasan
kedua otak itu bagi kita sangat dibutuhkan, terutama di dalam kita mengambil
keputusan penting dalam bisnis. Keserasan itu akan membuat kita lebih tepat dan
bijaksana dalam mengambil keputusan bisnis terlebih di saat persaingan bisnis
seperti sekarang ini yang kerap kali menghadapkan kita kepada rentetan
pilihan-pilihan cukup banyak.
Apalagi, kedua otak tersebut, yang emosional dan yang berpikir, pada
umumnya bekerja dalam keselarasan yang erat, saling melengkapi, saling terkait
di dalam otak. Dimana, emosi memberi masukan dan informasi kepada proses
berpikir atau pikiran rasional. Sementara pikiran rasional memperbaiki dan
terkadang memveto masukan emosi tersebut. Tapi sebaliknya, jika saja keduanya
tak ada keselarasan atau katakanlah otak emosional-lah yang dominan serta
menguasai otak berpikir, maka keseimbangan kedua otak itu akan goyah. Kita akan
cenderung tidak bisa berpikir jernih, suka bertindak gegabah dan sering
melakukan kesalahan fatal dalam setiap mengambil keputusan penting dalam
bisnis. Kalau dominan otak berpikir, maka kita hanya sekadar bersikap analitis,
dan mengambil tindakan tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain. Akibatnya
menimbulkan hilangnya kegairahan dan antusiasme bisnis.
Oleh karena itu, kita jangan sampai kehilangan keselarasan kedua otak
tersebut. Sebab, seperti yang juga ditegaskan oleh Dr. damasio, seorang ahli
neurologi, bahwa perasaan atau emosi biasanya sangat dibutuhkan untuk keputusan
rasional. Otak emosional kita akan menunjukkan pada arah yang tepat. Maka,
adalah tindakan yang tepat, jika mulai sekarang kita bisa mengatur emosi kita
sendiri.
Dalam konteks ini, saya sependapat dengan pakar manajemen, Dr. Patricia
Patton. Yang mengatakan, bahwa untuk mengatur emosi, kita bisa melakukan dengan
cara belajar, yaitu: Pertama, belajar mengidentifikasi apa biasanya yang memicu
emosi kita dan respon apa yang kita berikan. Kedua, belajar dari kesalahan,
belajar membedakan segala hal di sekitar kita yang dapat memberikan pengaruh
pada diri kita. Ketiga, belajar selalu bertanggung jawab terhadap setiap
tindakan kita. Keempat, belajar mencari kebenaran, belajar memanfaatkan waktu
secara maksimal untuk menyelesaikan masalah, dan kelima, belajar menggunakan
kekuatan sekaligus kerendahan hati.
Saya sendiri juga merasakan, bahwa dampak positif dari terciptanya
keselarasan kedua otak itu juga akan memunculkan tindaka-tindakan produktif,
membuat kita semakin mantap dalam berbisnis, dan pada akhirnya akan berdampak
positif bagi kemajuan bisnis kita.
Singkatnya, keselarasan itu sangat berkaitan dengan pemberdayaan diri
kita. Dimana, kita mesti bisa mengontrol diri, dan menggunakan akal sehat. Dan,
tentu saja, keselarasan itu tidak akan terwujud kalau kita masih juga memegang
teguh sifat mementingkan diri sendiri. Sehingga, seorang wirausahawan yang bisa
menyelaraskan otak berpikir dan otak emosionalnya, akan sangat mungkin lebih
berhasil dalam bisnisnya. Boleh jadi peluang menjadi wirausahawan yang
kompeten, bernilai, profisional, dan bahagia akan lebih bisa dicapai. Meski tak
mudah kita menyelaraskan kedua otak tersebut, tapi saya yakin, kita harus
berani mencobanya.
Tuesday, 26 October 2004
Disclaimer:
Berikut adalah kumpulan tulisan yang dibuat oleh salah satu motivator bisnis yang berhasil meng"kompori" banyak orang di Negeri ini untuk menjadi seorang enterpreneur; saya adalah salahsatunya :)
beliau adalah Purdi E.Chandra yang dikenal sebagai pendiri bimbingan belajar Primagama Group and penulis/motivator untuk seminar CARA GILA MENJADI PENGUSAHA.
Artikel ter'onggok' di hardisk saya yang coba saya bagi dengan teman-teman tanpa bermaksud untuk menjadi plagiat (ndak tau dimana dapetnya dulu :(). Inti dari tulisan ini lah yang ingin saya bagi dengan teman-teman semua. Semoga bermanfaat.
Berikut adalah kumpulan tulisan yang dibuat oleh salah satu motivator bisnis yang berhasil meng"kompori" banyak orang di Negeri ini untuk menjadi seorang enterpreneur; saya adalah salahsatunya :)
beliau adalah Purdi E.Chandra yang dikenal sebagai pendiri bimbingan belajar Primagama Group and penulis/motivator untuk seminar CARA GILA MENJADI PENGUSAHA.
Artikel ter'onggok' di hardisk saya yang coba saya bagi dengan teman-teman tanpa bermaksud untuk menjadi plagiat (ndak tau dimana dapetnya dulu :(). Inti dari tulisan ini lah yang ingin saya bagi dengan teman-teman semua. Semoga bermanfaat.
Blogger Comment
Facebook Comment